Home > Fiction > Bata dan Kata 4 (setelah ini, satu lagi dan selesai)

Bata dan Kata 4 (setelah ini, satu lagi dan selesai)

Lanjutan dari Bata dan Kata 3

Jadi hasil analisa saya, intinya, dia memiliki kesamaan sifat dengan saya. Maka dengan sesiup gambaran tentang dirinya, saya melihat diri saya di masa depan. Seorang dokter yang mengabdi, betapapun jauhnya dari keluarga yang melahirkan saya, dari gesekan daun berembun dan harum udara yang saya sesap setiap pagi, saya siap memberikan yang terbaik. Walau hanya mengendarai sepeda motor, menembus hujan yang menusuk-nusuk wajah atau panas yang membuat obsesi memutihkan kulit tetap menjadi nanti. Ada tujuan, ada semangat yang liar.

Kembali, saya ingin bertemu dengannya lagi. Ingin mengenalnya lebih. Berbincang dengannya, mengintip melalui matanya, membaca jejak hidup dalam kata-katanya, bahkan saya berharap mampu merenggut kekecewaan dan rasa takutnya yang manusiawi. Dan untuk itu saya berhenti memaksa diri saya agar Tuhan mempertemukan kami. Alih-alih, saya mulai menyelam ke dalam diri saya, lebih intens melakukan penyendirian, dialog dengan diri sendiri, intinya mempersiapkan diri saya.

Ok, saya Bata, begitulah teman-teman saya lebih senang memanggil saya, siswa teladan SMP ini, ketua OSIS, juara umum, kapten team volley, punya bayak teman. Saya rasa saya sudah merintis jalan untuk bisa seperti kakak itu (God, saya bahkan tidak tahu namanya). Dan jika Tuhan mempertemukan kami, maka saya sudah siap. Setidaknya itulah kesan saya. Maka Ijinkan saya merenungkan apa yang terjadi hari ini.

Tidak seperti biasanya, saya merasa malas untuk sarapan. Di rumah, saat akan berangkat sekolah, saya berpikir biarlah hari ini hanya udara pagi yang menjadi sarapan saya, ditemani langit memerah dan kepak sayap burung dara. Tetapi, setengah jalan menuju sekolah, saya merasakan perlawanan di perut saya begitu melihat pedagang jajan bali di pinggir jalan. Normalnya saya ragu dan akhirnya malas untuk berbelanja. Kali ini saya kalah. Bahkan kaki saya serasa tidak ragu untuk menarik saya ke warung Nenek Nyoman.

Seperti yang biasa saya amati, pembeli di warung berpilar dua buah pohon waru hidup dan dua bilah kayu kelapa dan beratap jerami ini kebanyakan sudah sepuh. Yang tidak biasa adalah seorang laki-laki muda berambut cepak, berkacamata, dengan pakaian rapi dan asyik dengan gadgetnya. Saya rasa itu PDA, dan ia sedang menulis sesuatu, saya ingin punya PDA. Tampaknya pesanannya selesai, mengambil bungkusan itu, membayar dengan uang lebih, ngeloyor pergi membiarkan si nenek berterimakasih, lalu menyeberang jalan dan membuka pintu sebuah mobil hatchback. Dan sebelum seluruh badannya masuk sepenuhnya, tiba-tiba ia menoleh dan menemukan tatapan kami bertemu. Aku segera berpaling dan mendengar suara pintu ditutup berdebam.

Seseorang menyentuh pundakku. “Kamu anak SMP itu kan?” …. continued

Categories: Fiction
  1. February 9, 2009 at 2:09 AM

    ” Saya rasa saya sudah merintis jalan untuk bisa seperti kakak itu (God, saya bahkan tidak tahu namanya)”

    wah ceritanya happy endingkah?

    arya says: sabar, sabar, masih di kepala saya, keep reading aja yach… thx.

  2. February 9, 2009 at 4:08 PM

    “Dan jika Tuhan mempertemukan kami, maka saya sudah siap”

    hm, ya, boleh tau apa saja persiapannya, hehe : )

    ditunggu kisah yang terakhir…

    ititut4rya says: Menyelam ke dalam diri saya, lebih intens melakukan penyendirian, dialog dengan diri sendiri, siswa teladan SMP ini, ketua OSIS, juara umum, kapten team volley, punya bayak teman. Di kisah terakhir akan saya coba jelaskan semua lebih gamblang. Thx feedbacknya…

  3. February 10, 2009 at 10:52 AM

    “dari gesekan daun berembun dan harum udara yang saya sesap setiap pagi”

    masih ada pagi yang seperti itu sekarang?

    ititut4rya says: Ada kok, salah satunya kalau rasti nanti ke bangli dari denpasar, lewat by pass ngurah rai lalu ke utara ke arah tulikup, kemudian menyeberang jalan raya klungkung-gianyar, utara lagi lewat desa Sidan dll… saya sih lumayan menikmati kalo lewat jalan itu pagi-pagi… dari pemandangan di desa ini yang jadi inspirasi cerita ini (eh, bocor deh).

  4. February 10, 2009 at 9:50 PM

    Usul… usul… kadang saya kembali ke sini, selain melihat postingan baru, juga melihat comment-comment yang masuk. Jadi, bisa ditampilin widget Recent Comments ndak? Biar saya lebih gampang tahu comment-comment yang baru masuk….

    ititut4rya says:Makasi…

  5. February 12, 2009 at 5:02 PM

    wah, kalau saya di sana bisa dapat banyak puisi ni, 🙂

    oya, sudah baca Mushasi, Eiji Yoshikawa?

    ititut4rya says: ya, aku yakin kamu bisa dapet banyak puisi disana… Eiji Yoshikawa adalah penulis favorit saya, karena Musashi adalah mahakarya yang sekarang sedang saya baca untuk kedua kalinya…

  6. February 13, 2009 at 11:04 AM

    Musashi, cerita bersambung selama tiga tahun, dengan ribuan halaman tapi edisi yang ditemui skarang katanya dipangkas (menurut sumber yang saya baca),,
    Mantap : )

    Sayangnya, saya belum baca buku itu, hanya mendengar sekilas sekilas saja isinya. rencananya saya segera menguras tabungan untuk memperolehnya. hehe…

    berarti sudah baca Taiko juga ya?

    ititut4rya says: Ya, bukunya cukup tebal, awalnya berupa cerita bersambung di sebuah koran Jepang… Buku Musashi yang saya baca si lumayan detil, ga kebayang kalau itu udah dipangkas…
    Bukunya worthed Tie, g bakal menyesal deh…
    Taiko juga udah baca… Bagus juga, kolosal, stunning, jadi pengen baca lagi… tapi g punya bukunya

  7. February 13, 2009 at 1:29 PM

    Pengumuman: Musashi yang dulu ada di kamar saya, sekarang di mana ya? 😀

    ititut4rya says: Harus diumumkan ya?

  8. February 15, 2009 at 12:47 PM

    hehe, kalau begitu saya beli Taiko saja sepertinya…

    🙂

    ititut4rya says: Good idea, oya, kasitau saya ya, kalo ngeliat buku Sam Kok yang tebel itu, yang katanya 3 jilid… Thx

  1. No trackbacks yet.

Leave a comment