Bata dan Kata
Nama saya Bhattara, seorang anak SMP kelas 2. Saya tinggal di sebuah desa yang masih begitu murni. Terimakasih kepada gugusan bukit penuh pohon yang menjaga burung-burung penyanyi, menjebak embun untuk lebih lama menyelimuti udara pagi, matahari yang naik dan menghangat dengan pelan. Saya sangat senang dengan suasana ini, sangat senang dengan pemandangan sawah di kiri kanan jalan ketika saya berjalan kaki ke sekolah. Bersenandung dan berhenti ketika melihat keanggunan capung menari-nari mencandai kupu-kupu yang terburu-buru menemukan sekar.
Saya tidak suka diganggu, terutama ketika menemukan kenikmatan perjalanan yang bagai meditasi ini. Menghirup udara, menyadari wangi rumput basah, mendengar air menggetarkan pasir dan kerikil di dasar sungai. Merasakan otot-otot saya meregang dan melembek secara bergantian, menahan gravitasi di kaki, badan tangan dan kepala saya.
Seperti sangat mengerti pada keinginan saya, Tuhan membisiki teman-teman saya untuk membiarkan saya berjalan sendiri, tersenyum, berhenti sejenak lalu terbengong, memejamkan mata, menarik nafas panjang, lalu berjalan lagi sambil menggumam. Kadang mereka berbisik-bisik sambil mengintip lewat sudut mata mereka, kadang diam sambil menyeringai melihat laku saya. Saya pun diam, selama saya tidak diganggu, saya akan tetap merasa nyaman. Karena memang saya sendiri yang menentukan perasaan saya.
Bukan hanya sebaya, tetapi tentu saja para dewasa dan tetangga senang mendengung-dengung dan terkikik-kikik membicarakan orang. Dan berkat keahlian mereka bergunjing, saya menemukan fakta bahwa saya tidak seperti ini sebelum mengalami kecelakaan. Alkisah sebelum umur 5 tahun saya begitu nakal, begitu aktif, begitu kaya energi. Berteriak-teriak, melompat-lompat, melempar, berlari. Dan setelah terserempet sepeda motor pada saat mengejar layang-layang, pingsan, opname 6 minggu di rumah saki, berlatih jalan, semua tentang saya berubah. Pendiam, autistik.
Tetapi, saya tidak yakin, apakah kecelakaan itu sebuah musibah atau anugerah…. to be continued tommorrow, i promise
Duh, ini apa ya? Fiksi? Kenyataan? Atau kenyataan yang coba difiksikan? Yang jelas, kalau kenyataan, terserempet motornya bukan gara-gara ngejar layangan. Tapi karena seorang kakak kurang hati-hati menjaga adiknya pada waktu menyeberang.
wah, bisa jadi novel ni!! hehehe